WAYANG WAHYU “HAMANGUNSIH”
DI PAROKI TYAS DALEM KROYA
KEUSKUPAN PURWOKERTO
Wayang Wahyu adalah wayang yang ceritanya diambil dari Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Wayang Wahyu yang didirikan pada tanggal 02 Februari 1960 oleh Bruder L. Timotius Wignyosubroto, FIC di Solo ini, mulai dikenalkan untuk pertama kalinya di Paroki Tyas Dalem Kroya, Keuskupan Purwokerto pada tanggal 12 Desember 2009.
Pastor Agustinus Handi Setyanto, Pr, ketika masuk ke Paroki Tyas Dalem Kroya pada Agustus 2008, berniat untuk mengembangkan kebudayaan lokal bagi umat Katolik sebagai sarana untuk mewartakan Kerajaan Allah (seturut Visi Keuskupan Purwokerto, yakni “Gereja Kerajaan Allah”). Di wilayah Paroki Tyas Dalem Kroya, masyarakat setempat sangat menggemari wayang kulit dan krawitan. Dalam menjalin relasi dengan masyarakat, di pastoran Tyas Dalem didirikanlah sebuah sanggar untuk mengekspresikan kesenian tradisional tersebut. Hadirnya sanggar wayang dan krawitan mempunyai dampak yakni: liturgi gerejani menjadi lebih hidup dengan hadirnya kelompok Krawitan Tyas Dalem, dimana terbentuk sebuah paguyuban Kristiani yang mau melibatkan diri dalam hidup menggereja (anggota kelompoknya campuran: Tionghoa, Batak dan Jawa). Dampak yang lain adalah kerukunan masyarakat sesama pecinta kesenian tradisional. Kerukunan ini kemudian membentuk sebuah paguyuban, yaitu paguyuban Wayang Wahyu Hamangunsih. Hamangunsih berasalah dari kata Jawa: hamangun dan sih. Hamangun artinya membangun dan sih artinya kasih. Paguyuban ini bercirikan kasih. Di dalam kasih ada semangat melayani, menghargai dan menghormati. Kata Hamangunsih juga terkait dengan desa Karangmangu, yaitu tempat berdirinya paguyuban ini.
Latihan demi latihan diadakan dan terlaksanalah pementasan perdana Wayang Wahyu di tanah lapang dekat pastoran Tyas Dalem Kroya pada tanggal 12 Desember 2009. Pementasan yang mengambil cerita “Musa Duta” dibuka untuk umum dengan jumlah penonton kurang lebih 1000-an orang. Pasca pentas perdana yang cukup sukses tersebut, kegiatan Wayang Wahyu tidak berhenti namun ada tindak lanjutnya.
Tentu kelanjutan kegiatan ini akan berjalan terus jika dihidupi dengan berbagai cara misalnya dukungan moral dan dukungan finansial. Para Romo UNIO Keuskupan juga turut andil dalam pengadaan wayang. Keuskupan pun membelikan seperengkat gamelan. Sebagai sebuah rintisan baru, tentu setiap kali akan membuat pementasan, dipikirkanlah bentuk wayang kulit baru yang meski dirancang sedemikan rupa untuk mendukung jalannya cerita.
Harapan kita semua, Wayang Wahyu sebagai media pewartaan Kitab Suci dapat berkembang bukan hanya di Paroki Tyas Dalem Kroya, namun juga di seluruh wilayah Keuskupan Purwokerto dan wilayah lain. Semoga pula, Wayang Wahyu sungguh menjadi tontonan dan tuntunan yang membawa umat pada kecintaan akan Wahyu Allah dalam Kitab Suci.
Tujuan Wayang Wahyu
1. Membangun paguyuban kemanusiaan yang mencintai kesenian adiluhung Indonesia tanpa pandang suku, ras dan agama.
2. Mengenalkan ajaran Kristiani melalui dunia pewayangan.
3. Bagi umat Katolik, Wayang Wahyu bertujuan untuk semakin mengenalkan Wahyu Allah dalam Kitab Suci. Melalui media ini, warta Kitab Suci diharapkan menjadi mudah diterima dan umat semakin mencintai Kitab Suci.
DI PAROKI TYAS DALEM KROYA
KEUSKUPAN PURWOKERTO
Wayang Wahyu adalah wayang yang ceritanya diambil dari Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Wayang Wahyu yang didirikan pada tanggal 02 Februari 1960 oleh Bruder L. Timotius Wignyosubroto, FIC di Solo ini, mulai dikenalkan untuk pertama kalinya di Paroki Tyas Dalem Kroya, Keuskupan Purwokerto pada tanggal 12 Desember 2009.
Pastor Agustinus Handi Setyanto, Pr, ketika masuk ke Paroki Tyas Dalem Kroya pada Agustus 2008, berniat untuk mengembangkan kebudayaan lokal bagi umat Katolik sebagai sarana untuk mewartakan Kerajaan Allah (seturut Visi Keuskupan Purwokerto, yakni “Gereja Kerajaan Allah”). Di wilayah Paroki Tyas Dalem Kroya, masyarakat setempat sangat menggemari wayang kulit dan krawitan. Dalam menjalin relasi dengan masyarakat, di pastoran Tyas Dalem didirikanlah sebuah sanggar untuk mengekspresikan kesenian tradisional tersebut. Hadirnya sanggar wayang dan krawitan mempunyai dampak yakni: liturgi gerejani menjadi lebih hidup dengan hadirnya kelompok Krawitan Tyas Dalem, dimana terbentuk sebuah paguyuban Kristiani yang mau melibatkan diri dalam hidup menggereja (anggota kelompoknya campuran: Tionghoa, Batak dan Jawa). Dampak yang lain adalah kerukunan masyarakat sesama pecinta kesenian tradisional. Kerukunan ini kemudian membentuk sebuah paguyuban, yaitu paguyuban Wayang Wahyu Hamangunsih. Hamangunsih berasalah dari kata Jawa: hamangun dan sih. Hamangun artinya membangun dan sih artinya kasih. Paguyuban ini bercirikan kasih. Di dalam kasih ada semangat melayani, menghargai dan menghormati. Kata Hamangunsih juga terkait dengan desa Karangmangu, yaitu tempat berdirinya paguyuban ini.
Latihan demi latihan diadakan dan terlaksanalah pementasan perdana Wayang Wahyu di tanah lapang dekat pastoran Tyas Dalem Kroya pada tanggal 12 Desember 2009. Pementasan yang mengambil cerita “Musa Duta” dibuka untuk umum dengan jumlah penonton kurang lebih 1000-an orang. Pasca pentas perdana yang cukup sukses tersebut, kegiatan Wayang Wahyu tidak berhenti namun ada tindak lanjutnya.
Tentu kelanjutan kegiatan ini akan berjalan terus jika dihidupi dengan berbagai cara misalnya dukungan moral dan dukungan finansial. Para Romo UNIO Keuskupan juga turut andil dalam pengadaan wayang. Keuskupan pun membelikan seperengkat gamelan. Sebagai sebuah rintisan baru, tentu setiap kali akan membuat pementasan, dipikirkanlah bentuk wayang kulit baru yang meski dirancang sedemikan rupa untuk mendukung jalannya cerita.
Harapan kita semua, Wayang Wahyu sebagai media pewartaan Kitab Suci dapat berkembang bukan hanya di Paroki Tyas Dalem Kroya, namun juga di seluruh wilayah Keuskupan Purwokerto dan wilayah lain. Semoga pula, Wayang Wahyu sungguh menjadi tontonan dan tuntunan yang membawa umat pada kecintaan akan Wahyu Allah dalam Kitab Suci.
Tujuan Wayang Wahyu
1. Membangun paguyuban kemanusiaan yang mencintai kesenian adiluhung Indonesia tanpa pandang suku, ras dan agama.
2. Mengenalkan ajaran Kristiani melalui dunia pewayangan.
3. Bagi umat Katolik, Wayang Wahyu bertujuan untuk semakin mengenalkan Wahyu Allah dalam Kitab Suci. Melalui media ini, warta Kitab Suci diharapkan menjadi mudah diterima dan umat semakin mencintai Kitab Suci.